Nabilla Faizah A (XI MIPA 1)
Kata Ayahku, suatu kemustahilan jika aku melanjutkan
pendidikan ku ke jenjang yang lebih tinggi setelah aku lulus sekolah menengah
atas, apalagi dengan mimpi yang aku miliki cukup tinggi dan kondisi ekonomi
keluargaku yang pas-pasan.
Aku tidak menyangka dan sedikit merasa kecewa pada
Ayah dan Bunda. Aku mengira ketika aku menyampaikan tentang mimpiku pada
keduanya, kalimat dukungan untukku supaya terus menggapai semua mimpiku adalah
hal yang akan ku dengar. Namun kenyataannya, Ayah dan Bunda tidak mendukung itu
sama sekali.
Namaku Nebula, anak kedua dari dua bersaudara. Aku
memiliki kakak laki laki yang sedang berkuliah di luar kota yang mengambil
jurusan manejemen bisnis. Aku terheran, kakakku didukung untuk kuliah lalu,
mengapa aku tidak?
"Kamu perempuan Nebula, tidak usah menempuh
pendidikan tinggi tinggi kalau nanti ujung ujungnya kamu berakhir di dapur dan
mengurus anak. Kamu saja tidak pernah kan pergi jauh dari Ayah sama Bunda?
Mendingan kamu di rumah saja." nasehat Ayah kepadaku dan Bunda
menganggukkan kepalanya tanda menyetujui Ayahku.
"Lalu? Mengapa jika Bula ini perempuan? Apakah
tidak boleh memiliki pendidikan yang tinggi juga? Semua orang kan diberi
kebebasan untuk mencapai cita citanya yang selalu dimimpikan. Bula juga ingin
melanjutkan sekolah, Ayah dan Bunda saja mendukung kakak mengapa Bula tidak
didukung?" jawabku.
"Itu sudah hal lain Bula, kakak kamu laki laki
sedangkan kamu perempuan. Pokoknya kamu harus nurut sama kata Ayah dan Bunda,
jangan ngelawan." kata Ayah dengan nada tinggi, Ibuku hanya bisa geleng
geleng kepala melihatku yang tidak biasanya menjawab ketika dinasehati.
Ada saja stigma masyarakat yang memandang perempuan tidak boleh berpendidikan terlalu
tinggi. Seharusnya saat ini ruang gerak perempuan sudah setara, lebih bebas, terbuka
lebar, dan bebas meraih pendidikan seperti laki laki. Apalagi dengan perjuangan
sosok pahlawan emansipasi wanita Indonesia yang tak lain adalah R.A Kartini.
Memang kewajiban anak mengikuti kemauan orangtuanya,
tapi untuk kali ini saja aku ingin melanjutkan pendidikan dan meraih impianku.
Aku memiliki impian dan tujuanku sendiri dan aku ingin membahagiakan Ayah dan
Bunda dengan jalan yang aku pilih.
Aku sekarang duduk di bangku kelas 12, diwaktu inilah
aku benar benar harus tekun dan rajin dalam belajar, agar aku bisa mendapatkan
beasiswa untuk kuliah di jurusan impian ku nanti. Aku menjadi lebih sibuk
karena aku terpilih sebagai siswi yang mewakili lomba lukis, aku harus
meningkatkan kemampuanku dan berusaha untuk mendapatkan yang terbaik.
"Ayah, Bunda aku akan mengikuti lomba
lukis." ucapku dengan raut wajah berseri seri.
"Buat apa sih kamu ikut ikut lomba seperti itu?
Mendingan kamu fokus belajar saja kalau bisa ikut lomba akademik." ujar
Ayah ketus
"Tidak bisa Ayah, aku sudah ikut seleksi di jauh
hari, dan aku harus bertanggung jawab karena terpilih." jawabku kepada
Ayah
"Terserah kamu Bula, sejak kamu ikut komunitas
lukis itu, kamu jadi anak yang keras kepala." ucap Ayah sambil berlalu
meninggalkanku sendiri di ruang tamu.
Aku hanya terdiam memikirkan kata kata Ayah. Salahkah
kalau aku melakukan apa yang aku suka dan mimpikan? Aku hanya menginginkan
dukungan dari Ayah dan Bunda. Berat rasanya, memperjuangkan impian tanpa
dukungan dari Ayah dan Bunda. Tapi tidak apa apa, aku akan berusaha membuktikan
kepada Ayah dan Bunda kalau aku pasti bisa. Masih ada kakakku dan teman teman
yang selalu mendukungku, dan aku tidak boleh mengecewakan mereka.
Setelah beberapa hari menunggu pengumuman, pada hari Minggu
pagi aku membaca hasil pemenang yang di unggah pada akun Instagram yang
menyediakan lomba lukis. Aku terpaku sejenak, namaku tertulis disitu. Mataku
mulai terasa memanas dan tanpa kendaliku aku menangis. Terlampau terkejut
karena aku memang tidak terlalu berharap banyak pada lomba ini.
"Bula selamat, kamu menang juara 1. Luar biasa
sekali adik kakak ini, kamu sudah melakukan yang terbaik Bula." ucap
kakakku yang tampak tergesa membuka pintu kamar ku lalu menghampiriku.
"Kakak, aku tidak menyangka." kataku menahan
nafas, merasa sesak karena mendengar ucapan kakakku.
"Kamu hebat Bula, kakak bangga sekali dengan adik
kakak yang satu ini. Kamu benar benar sudah berkerja keras Bula. Apapun impian
kamu, kakak disini bakal selalu mendukung kamu. Jangan terlalu khawatir masalah
Ayah dan Bunda, kakak akan mencoba bicarakan.” kakak mengusap air mataku lalu
memelukku erat dan mengelus punggung ku pelan.
Keyakinan ku untuk berkuliah dan meraih impian ku
bertambah kali ini, aku ingin menjadi seorang pelukis. Aku akan membanggakan
Ayah dan Bunda melalui jalan yang aku pilih. Setiap hari aku tak berhenti
berdoa, semoga akan ada hari dimana Ayah dan Bunda akan mendukung impianku, dan
aku akan terus menunggu dimana hari seperti itu terjadi.
Tak terasa pendaftaran ke perguruan tinggi semakin
dekat. Setiap siswa sudah harus memikirkan akan kemana tujuan mereka dan
mempersiapkan segala hal untuk kedepannya.
Aku sibuk mencari universitas yang menyediakan
beasiswa untuk diriku berkuliah dan sebagai penunjang mimpi ku menjadi seorang
pelukis.
Dan akhirnya berkat perjuanganku, kini aku berkuliah
di salah satu universitas terbaik di kotaku. Tentunya di jurusan seni rupa
dengan beasiswa yang aku dapatkan. Karena seluruh kerja keras dan usahaku, aku
berhasil meraih salah satu impianku untuk berkuliah meski ada perdebatan
panjang yang terjadi antara aku dan orangtuaku, ada kakak yang membantuku untuk
membujuk Ayah dan Bunda. Walaupun keduanya meragukan ku dan dengan berat hati
menyetujui hal itu. Tapi, aku akan terus berusaha dan berkerja lebih keras
lagi, untuk membuktikan dan meyakinkan kepada Ayah dan Bunda dan aku tidak akan
mengecewakan orang orang yang telah mendukung dan mempercayai ku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar